Friday, November 11, 2011

Welcome to the Magic Worlds



Dua hari belakangan ini aku menyadari banyak hal, tentang diriku, tentang lingkungan disekitarku. Perjalanan dua hari ini membuat aku lebih mengenal diriku sendiri, bahwasanya memang dari dulu hingga kini, aku adalah tipikal manusia yang secara emosional terkait dengan alam, seperti seorang poet terkenal Robert Frost yang dianggap sebagai penulis puisi naturalist, aku pun sering mendapatkan inspirasi dengan bersentuhan dengan alam, bersentuhan dengan alam membuatku lebih dekat dengan diriku sendiri, ada kekuatan magis, kekuataan sihir yang dimiliki oleh tempat tempat tertentu, dan favoritku adalah gunung dan pantai.

Gunung adalah salah satu tempat yang paling sering ku kunjungi, dataran tinggi mempunyai effect sihir tersendiri yang kadang secara logika tidak bisa diungkapkan dengan kata, gunung yang tinggi menjulang keangkasa, sering menunjukkan kemegahan, kekokohan, dan ketenangan di balik semua kekuataan yang dimilikinya. Mendaki gunung memang tidak kulakukan sesering menyusuri pantai, namun gunung tetap menajdi pilihan favoritku apa bila memang memiliki kesempatan dan waktu luang untuk digunakan. Gunung seperti yang dirasakan oleh Morgan Freeman dalam filmya Bucket List memang memiliki bisikannya sendiri, bisikan hanya bisa didengar ketika kita memang berusaha untuk mendengar, Gunung itu memberikan semangat, gunung itu adalah dimana semua nya bermula, sumber kehidupan bernama air dan udara yang segar sering kali dimulai dari hijaunya dan rimbunnya hutan dipegunungan ini. Kalau pantai adalah tempat where everything ends, Gunung adalah tempat where everything starts. Disinilah kita menemukan semangat, disinilah kita menemukan spirit of fighting, tidak heran bahwasanya klo para pendaki gunung adalah para manusia yang bersemangat, tidak peduli seberapa tinggi gunungnya, ataupun seberapa lelah raganya, gunung selalu dapat memberikan kekuatan lebih untuk terus maju dan mendaki menuju puncak, disinilah tempat tertinggi, tempat dimana kita mendapat the power to fight.

Pantai memiliki karakteristik yang berbeda, Pantai adalah tempat dimana semuanya berakhir, ia tempat dimana semua perasaan berkumpul, setiap air yang terkumpul di lautan ini berasal dari daratan dimana kita tinggal, setiap sungai memiliki cerita yang berbeda, dan laut adalah tempat dimana semua nya terkumpul bersama. Lautan cerita dan perasaan itu menurutku memiliki keuatan magisnya sendiri, setiap deburan ombaknya memiliki bisikan nya sendiri, lautan luas dan garis cakrawala memberikan kita sebuah perasaan luas, perasaan luas dalam dada, sekaan akan laut siap untuk menerima setiap tumpahan yang kita berikan padanya. Tidak seperti gunung yang menyimpan kekuatan yang berpotensi destruktif, air lebih dikenal sebagai suatu element yang memiliki potensi kekuatan yang menyembuhkan, menurutku pantai memiliki kekuataan itu, kekuataan untuk menyembuhkan segala luka, bahkan luka di dalam dada. Ketika gunung memberikan kita kekuataan to fight, pantai dan laut memberikan kita kekuatan to let go. Disinilah kita belajar untuk melepaskan, melepaskan semua beban tuk dibawa gulungan ombak kelautan dalam, melepaskan semua beban tuk bersatu dengan semua cerita yang terkumpul di lautan, disinilah laut memberikan kita pelajaran untuk ikhlas, pelajaran untuk merelakan sesuatu yang memang tidak bisa kita miliki. Laut adalah sumber power to let go.

The Journey of Questions



“Hidup adalah proses untuk bertanya” tulis Dee dalam bukunya “Madre”, sepenggal kalimat yang membuat kepala ini berputar mencoba menggali  lebih dalam pesan yang ingin disampaikan Dee dalam tulisannya. Pertanyaan adalah hal yang membuat kita hidup, bertanya menurutku adalah tanda sebuah kehidupan, bukan hanya sebuah kehidupan biasa, namun bertanya menjadikan kita sebagai manusia. Bertanya atau menanyakan adalah hal yang akhirnya membedakan manusia dengan makhluk lainnya, membuat manusia jauh lebih berkembang di bandingkan makhluk lainnya, membuat kita menjadi makhluk superior di muka bumi. Bagi orang Islam kehidupan dimulai dengan sebuah pertanyaan, di dalam rahim Tuhan bertanya apakah kita menyaksikan dan meyakini bahwasanya Allah itu adalah Tuhan, hidup pun ternyata diakhiri dengan pertanyaan “Man rabbuka?” (Siapa Tuhanmu?) sehingga menurutku bukan hanya hidup ini adalah sebuah proses untuk bertanya, namun juga proses untuk mencari jawabnya.

Isaac Newton menjadi genius karena dia adalah orang yang mempertanyakan mengapa apel bisa jatuh dari pohon, Galileo menjadi genius karena ia mempertanyakan tentang teori helocentris, kehebatan dan kejeniusan mereka semua diawali dari sebuah pertanyaan. Dalam kehidupan kita pun kadang sering timbul banyak pertanyaan, tentang tujuan kehidupan kita, tentang jati diri kita, tentang bagaimana kita harus mati, dan tentang Tuhan maupun cinta. Namun terkadang ada pertanyaan yang memang tercipta untuk tidak terjawab, atau kadang renungan kita tentang sebuah pertanyaan justru  membawa kita bukan pada jawaban namun pada pertanyaan yang lain. Bertanya dalam satu hal justru mendorong kita untuk maju untuk tetap mencari jawaban, namun ada kalanya justru semakin kita bertanya, yang muncul justru adalah perasaan bimbang, perasaan takut akan jawaban yang mungkin akan kita temukan yang acap kali justru membuat kita mundur dari pencarian tentang sebuah kebenaran, Aristotles pernah berkata “bahwasanya seorang filusuf sejati, seorang manusia yang berakal haruslah tidak pernah berhenti mencari sebuah kebenaran dalam setiap pertanyaan.” tapi tak akan ada sebuah jawaban tanpa sebuah keberanian, karena terkadang kebenaran adalah sesuatu yang menakutkan, dan tak jarang sebuah kebenaran itu adalah suatu hal yang menyakitkan, sehingga untuk mendapatkan sebuah jawaban maka kita harus berani untuk menerima rasa sakit, dan menerima kenyataaan walau itu pahit.

Seminggu ini kepala ku dipenuhi akan banyak pertanyaan, pertanyaan pertanyaan yang kadang belum terjawabkan, celakanya, seringkali pertanyaan itu justru membuatku bimbang, membuat “galau” mungkin dalam bahasa gaul kontemporer, yang mana kegalauan kegaluan ini mendera bersama dengan puluhan pertanyaan yang hinggap dalam dada. Pemilihan Ketua KOMAHI sendiri membuat ku berada pada sebuah persimpangan jalan, persimpangan jalan yang asing, yang ujungnya tak tentu, yang tak sanggup untuk ku melihat akhir dari setiap jalan yang ada. Di persimpangan ini setiap pertanyaan tentang masa depan hinggap, setiap jalan terasa meragukan, setiap langkah terasa berat dan tak pasti, “Sanggupkah diri ini?” , “Pantaskah diri ini?” , “ Bagaimana kalau nanti...?” dan puluhan pertanyaan lain yang datang silih berganti tanpa sempat ku menjawab pertanyaan sebelumnya. Di persimpangan ini aku meragu, dipersimpangan ini aku berbimbang, dipersimpangan pula aku mengumpulkan keberanian, untuk menentukan langkah mencari jawaban. Walau nanti mungkin perjalanan ini akan berujuang pada pertanyaan lain, walau mungkin nanti perjalanan ini berujung pada sebuah kebenaraan yang pahit, ah aku sudah tidak lagi peduli, sudah sejauh ini aku melangkah, it doesn’t matter what the asnwer is, what matter is that we are brave enough to find and accept the answer. Because life is a Journey of Questions.