Kepemimpinan
bukanlah semata tentang bagaimana kita memimpin, tapi bagaimana melayani.
Bagiku, kepemimpinan bukanlah suatu hal yang harus dibanggakan, tapi menjadi
pemimpin harus membuat kita semakin rendah hati, dan justru sederhana.
Seorang pemimpin
adalah seorang yang harus mampu untuk melayani, jalur kepemimpinan diraih
dengan melayani, karena tangga menuju singgasana kepemimpinan yang sejati
haruslah diraih dengan menaiki tangga tangga pelayanan, karena kepemimpinan
bukanlah suatu hal yang mampu dipelajari dengan instan, namun harus dipelajari
dengan cara melayani, karena pemimpin yang tidak mampu melayani tidak akan
mampu memimpin.
Pernyataan Iwan
Fals bahwanya, “Wakil rakyat seharusnya merakyat” benar kiranya, karena selain
menjadi seseorang yang mampu mengarahkan sebuah team menuju sebuah tujuan yang
lebih baik, sudah seharusnya pemimpin adalah seseorang yang mampu secara
kontinue, konsisten, dan komitmen untuk melayani dan mengayomi serta memotivasi
orang orang yang berada di bawahnya, memotivasi untuk terus bergerak, dan
berbuat lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Pemimpin harus mampu melayani
orang orang dibawahnya untuk membantu mereka dan memastikan bahwasanya mereka
dalam keadaan untuk melakukan tugasnya dengan baik, karena kekuatan yang
sebenarnya dinilai dari seberapa banyak potensi dari rekan kerja kita yang
berhasil kita wujudkan kedalam karya nyata dengan cara melayani mereka sebisa
kita, seberapa jauh rekan kerja kita dapat melangkah saat dengan bantuan kita,
itulah kekuatan sesungguhnya, bukan justru dengan berusaha mengekang mereka,
menekan mereka, dengan tuntutan tuntutan dan keinginan keinginan yang kita
inginkan, karena bentuk sebuah penekanan dan pemaksaan terhadap rekan kerja
dengan menggunakan kekuasaan yang kita punya justru hanyalah sebuah bentuk dari
kelemahan.
Bersama kita
melayani orang yang memimpin kita, dan bersama pula kita memastikan bahwasanya
orang orang yang berada dibawah kepemimpinan kita untuk mendapatkan pelayanan
yang terbaik dari diri kita. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mampu
berada di garda terdepan dalam setiap aksi, bukan untuk mengambil alih
pekerjaan orang lain, ataupun melakukan micro managing, tapi untuk bertanya
kepada orang yang dipimpinnya apa yang bisa ia lakukan dalam membantu pekerjaan
mereka, dan bersiap melayani dan mendengarkan orang yang kita pimpin, karena
kepemimpjnan sejati adalah bukan dengan cara meminta penghormatan dan
ketundukan orang yang kita pimpin dengan melakukan intimidasi karena respect
dan loyalty bersifat seperti air di telapak tangan kita, yang mana semakin erat
kita menggenggam, semakin banyak pula yang keluar dan jatuh dari genggaman
tangan ini, pemimpin yang sejati harus mampu melihat apakah loyalitas orang
yang berada dibawah kepemimpinannya adalah hasil dari what he/she can do for
them or what
she/he can do to them. Karena ketika seseorang merasa mereka terlalu besar
untuk melayani, maka ia adalah orang yang terlalu kecil untuk memimpin.
Bara E. Brahmantika "il Grande Statista"
more on: http://grandestatista.tumblr.com