Wednesday, April 6, 2011

Love and Hope




Kemaren malam, 05 April 2011 adalah malam terakhirku di Bali, sebelum kembali ke Jogja untuk kembali bergulat dengan ujian-ujian tengah semester

Aku dan ortu memutuskan untuk keluar dan menghabiskan waktu di luar rumah malam itu, kami mampir dulu ke Gramedia di Mall Matahari untuk memcari beberapa buku

Setelah mencapai parkiran di lantai teratas, kami menuruni tangga, dan berjalan melalui tempat peralatan dan pakaian anak dan bayi, tiba-tiba nyokap berenti, liat-liat baju bayi dan keluar sebuah percakapan yang aneh

Mama: Mas cepetan punya momongan gih, mumpung Mama masih sehat

Papa: Iya, mas, kapan punya momongan?

Aku: ?!#%!?#%!?

Percakapan berakhir karena aku sambil nyengir, langsung ngacir buru-buru turun ke Gramedia.

Walaupun itu terkesan sebagai candaan, samar-samar bisa aku rasakan bahwasanya ada sedikit harapan dan keseriusan pada setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut, belum lagi belakangan ini juga mama dan papa jadi sering tanya-tanya tentang masalah pacar yang selalu harus ku jawab, "Hehhehe,,, belum ada yg nyantol, belum ada yang mau nih"

Tadi sore pun, sepulang olah raga di GSP UGM, saya pulang melewati Pandega Bakti, sekalian mengabil beberapa catatan untuk difotokopi, saat itu Adzan Maghrib sedang berkumandang, dari jauh saya bisa melihat ada seorang Kakek yang telah sangat sepuh berjalan berlawanan arah dari arah menuju masjid, dengan baju rpi, dan peci, dia tertatih tatih berjalan ke arah saya, ternyata dia kembali ke rumahnya (mungkin) lupa kalau dia punya istri (yang akan berangkat ke masjid juga) , berdiri, di depan pagar dengan sabar menunggu sang istri, sang nenek yang telah memakai mukenah yang juga tertatih tatih kesulitan untuk menggunakan sandalnya secara benar, dengan sabar sang kakek menunggu, menunggu (mungkin) cinta sehidup sematinya, yang tak pernah tergantikan, bak sepasang burung Dara yang setia saling menjaga, bak Angsa yang tak pernah menikah untuk kedua kalinya, benar benar sehidup dan semati.

Saya tertegun, merenung sejenak, di balik keringat bercucuran dan kaki yang pegal setelah olahraga sore itu, terbanyang sosok Mama dan Papa, kira-kira mungkin seperti itulah kesetiaaan mereka berdua, yang tak pernah berkurang rasa cinta dintaranya, 20 tahun Mama dan Papa bersama, tak kulihat kecuali kecintaan yang semakin bertambah, di saat susah, di saat senang, kadarnya selalu sama, bahkan terus membesar, sama seperti sang Kakek dan Nenek, cinta merka tak lekang, dan tak usang oleh waktu

Semenjak Papa di vonis gagal ginjal, 2 tahun yang lalu, hidup ini rasa nya seperti dikejar oleh waktu, aku, dan adik, merasa harus menyelesaikan semuanya secepat mungkin, dan hidup mandiri secepat mungkin, tak ada yang tau berapa lama Papa akan bertahan, tapi doa adalah satu-satunya obat yang paling mujarab yang ku punya tuk ku berikan, mimpi-mimpi dulu ketika bersama kita bicara tentang masa depan, di mana papa kan datang di acara wisuda ku, di acara pernikahanku, dimana anak-anakku akan mengenal dan bermain Kakeknya yang berjasa mendidikku, dulu semua itu terasa sangat mungkin, sangat pasti akan terjadi, namun ya Allah engkau yang memiliki dan menuliskan takdir, yang aku bisa hanyalah berdoa, semoga Kau panjangkan umur kedua orang tuaku, semoga ku berikan kesehatan kepada meraka berdua, semoga mereka berdua memiliki kesempatan untuk mengenal Istriku, menantu mereka nanti, dan memiliki kesempatan untuk mewariskan pelajaran-pelajaran yang kudapatkan dari mereka pada cucu-cucu mereka nanti, Ya Allah berikanlah yang terbaik bagi kami semua, dan semua keturunan kami. Aminn


No comments:

Post a Comment