“Hidup adalah
proses untuk bertanya” tulis Dee dalam bukunya “Madre”, sepenggal kalimat yang
membuat kepala ini berputar mencoba menggali
lebih dalam pesan yang ingin disampaikan Dee dalam tulisannya.
Pertanyaan adalah hal yang membuat kita hidup, bertanya menurutku adalah tanda
sebuah kehidupan, bukan hanya sebuah kehidupan biasa, namun bertanya menjadikan
kita sebagai manusia. Bertanya atau menanyakan adalah hal yang akhirnya
membedakan manusia dengan makhluk lainnya, membuat manusia jauh lebih berkembang
di bandingkan makhluk lainnya, membuat kita menjadi makhluk superior di muka
bumi. Bagi orang Islam kehidupan dimulai dengan sebuah pertanyaan, di dalam
rahim Tuhan bertanya apakah kita menyaksikan dan meyakini bahwasanya Allah itu
adalah Tuhan, hidup pun ternyata diakhiri dengan pertanyaan “Man rabbuka?”
(Siapa Tuhanmu?) sehingga menurutku bukan hanya hidup ini adalah sebuah proses
untuk bertanya, namun juga proses untuk mencari jawabnya.
Isaac Newton
menjadi genius karena dia adalah orang yang mempertanyakan mengapa apel bisa
jatuh dari pohon, Galileo menjadi genius karena ia mempertanyakan tentang teori
helocentris, kehebatan dan kejeniusan mereka semua diawali dari sebuah
pertanyaan. Dalam kehidupan kita pun kadang sering timbul banyak pertanyaan, tentang
tujuan kehidupan kita, tentang jati diri kita, tentang bagaimana kita harus
mati, dan tentang Tuhan maupun cinta. Namun terkadang ada pertanyaan yang
memang tercipta untuk tidak terjawab, atau kadang renungan kita tentang sebuah
pertanyaan justru membawa kita bukan
pada jawaban namun pada pertanyaan yang lain. Bertanya dalam satu hal justru
mendorong kita untuk maju untuk tetap mencari jawaban, namun ada kalanya justru
semakin kita bertanya, yang muncul justru adalah perasaan bimbang, perasaan
takut akan jawaban yang mungkin akan kita temukan yang acap kali justru membuat
kita mundur dari pencarian tentang sebuah kebenaran, Aristotles pernah berkata “bahwasanya
seorang filusuf sejati, seorang manusia yang berakal haruslah tidak pernah
berhenti mencari sebuah kebenaran dalam setiap pertanyaan.” tapi tak akan ada
sebuah jawaban tanpa sebuah keberanian, karena terkadang kebenaran adalah
sesuatu yang menakutkan, dan tak jarang sebuah kebenaran itu adalah suatu hal
yang menyakitkan, sehingga untuk mendapatkan sebuah jawaban maka kita harus
berani untuk menerima rasa sakit, dan menerima kenyataaan walau itu pahit.
Seminggu ini
kepala ku dipenuhi akan banyak pertanyaan, pertanyaan pertanyaan yang kadang
belum terjawabkan, celakanya, seringkali pertanyaan itu justru membuatku
bimbang, membuat “galau” mungkin dalam bahasa gaul kontemporer, yang mana
kegalauan kegaluan ini mendera bersama dengan puluhan pertanyaan yang hinggap
dalam dada. Pemilihan Ketua KOMAHI sendiri membuat ku berada pada sebuah
persimpangan jalan, persimpangan jalan yang asing, yang ujungnya tak tentu,
yang tak sanggup untuk ku melihat akhir dari setiap jalan yang ada. Di
persimpangan ini setiap pertanyaan tentang masa depan hinggap, setiap jalan
terasa meragukan, setiap langkah terasa berat dan tak pasti, “Sanggupkah diri
ini?” , “Pantaskah diri ini?” , “ Bagaimana kalau nanti...?” dan puluhan
pertanyaan lain yang datang silih berganti tanpa sempat ku menjawab pertanyaan
sebelumnya. Di persimpangan ini aku meragu, dipersimpangan ini aku berbimbang,
dipersimpangan pula aku mengumpulkan keberanian, untuk menentukan langkah
mencari jawaban. Walau nanti mungkin perjalanan ini akan berujuang pada
pertanyaan lain, walau mungkin nanti perjalanan ini berujung pada sebuah
kebenaraan yang pahit, ah aku sudah tidak lagi peduli, sudah sejauh ini aku
melangkah, it doesn’t matter what the asnwer is, what matter is that we are
brave enough to find and accept the answer. Because life is a Journey of
Questions.
No comments:
Post a Comment